MARI BERGABUNG KE KOMUNITAS DONGAN BATAK SEDUNIA GROUP(FACEBOOK)

Kamis, 01 September 2011

IHAN BATAK

Ikan Batak (Tor soro) merupakan salah satu jenis ikan yang mempunyai nilai budaya dan nilai ekonomis penting khususnya bagi masyarakat Batak, Jawa Barat dan Sumatera Utara. Di danau Toba (Sumatera Utara) Tor soro serta tiga jenis ikan lainnya yaitu Neolissochilus thienemanni, N. sumatranus, N. longipinis dikenal sebagai ikan Batak.
Ikan Batak mempunyai ukuran relatif besar, yang tersebar di Sumatra dan Jawa antara lain di Kabupaten Kuningan, Kabupaten Sumedang (Jawa Barat) dan di Kabupaten Kediri (Jawa timur). Di Kabupaten Kuningan, ikan tersebut dipelihara di beberapa kolam tua dengan sumber air yang cukup dan dianggap keramat, dengan sebutan ikan “Dewa”.
Ikan Batak belum dapat dibudidayakan secara intensif karena pasok benih hanya mengandalkan hasil pemijahan di alam, sedangkan populasinya di alam semakin menurun dan cenderung langka, sehingga dikhawatirkan akan punah. Selanjutnya masalah yang dihadapi dalam pembenihan jenis-jenis ikan perairan umum adalah kesulitan untuk mendapatkan induk yang matang kelamin dengan kualitas telur yang baik.
Kegiatan penelitian domestikasi ikan Batak (Tor soro) di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor saat ini telah dapat membiakan secara alami dan buatan. Hasil pemijahan ikan tersebut berupa benih telah dipergunakan sebagai bahan restoking di danau Toba, Sumetera Utara.
PERSYARATAN KUALITAS AIR
Ikan Batak cocok dengan air yang jernih dan mengalir terus serta suhu relatif rendah, dengan dasar kolam berbatu-batu koral dan berpasir. Contoh kualitas air yang cocok bagi pembenihan ikan Batak adalah di Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar Cijeruk, (lihat padaTabel 1).
Tabel 1 .Parameter sifat Fisika dan Kimia air Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar Cijeruk.
Parameter Kisaran
Oksigen terlarut (mg/l) 6,8 – 7,0
pH 6,0
Suhu (°C) 21-24
C02 (mg/l) 2,2-4,5
Kesadahan (mg/l) 12,3
Debit Air (litcr/detik) 6-6,35
Kecerahan Air >2,5m


PEMELIHARAAN INDUK Ikan dapat matang gonad dengan baik dengan diberi pakan berupa pelet, dengan kandungan protein sekitar 28-30 % dan lemak sekitar 7 %, dengan jumlah 2-3 % bobot badan per hah. Induk-induk sangat responsif terhadap pakan buatan ini.
Induk betina yang matang kelamin di Cijeruk mempunyai bobot 1450-2270 g, sedangkan jantan 1380-3500 g. Telur ikan Batak yang siap dipijahkan mempunyai ukuran diameter 29-3,3 mm.
PEMIJAHAN
Ikan Batak mudah berbiak secara dengan cara mengatur tinggi air diturunkan sekitar 30 cm selama 7 kemudian dinaikan sedikit demi s mencapai tinggi maksimal. Ikan jantai betina disimpan di dalam ki pemeliharaan. Perbandingan jumlah jantan dan betina adalah 1:2. Ikan memijah secara alami sekitar 9-14 Kemudian induk-induk akan membersihkan dasar kolam (batu kerikil) dengan radius sekitar 30 cm. Ikan akan memijah di habitat tersebut dan telur berada di sela-sela batu koral. Telur menetas 4 5 hari pada suhu air 19 – 21° C. Benih akan nampak sekitar 5 hari kemudian.
• Pemijahan dengan pembuahan buatan.
Induk yang telah matang gonad dirangsang dengan hormon gonadotropin (HCG) 500 u/kg untuk ikan betina setelah 24 jam dilanjutkan dengan Ovaprim dosis 0,8 ml/kg bobot badan, sedangkan induk jantan hanya dengan Ovaprim 0,5 ml/kg bobot badan. Sekitar 18 24 jam setelah penyuntikan induk betina akan ovulasi.
Ikan yang akan mengeluarkan telur (nampak gelisah) ditangkap dan perutnya dialin (diurut) untuk mengeluarkan Kemudian dicampur dengan sperm diaduk dengan bulu ayam. Satu induk ukuran 1,650 – 3,200 kg i menghasilkan 1.050 -2.650 butir telur.
PERAWATAN TELUR, LARVA DAN BENIH Telur ditetaskan di aquarium atau corong penetasan. Larva dipelihara di akuarium dan diberi pakan zooplankton(Brachionus, Moina) atau naupli Artemia sampai larva berukuran 2-3 cm, dan kemudian ditebar dalam bak atau kolam dan di pakan Tubifex dilanjutkan pakan berupa tepung. Benih ukuran panjang 5 cm akan dicapai setelah pemeliharaan 60 hari. Selanjutnya benih tersebut siap didederkan di bak atau dibesarkan di kolam.
Ihan Sudah langka.
Ihan memiliki nilai religius tersendiri, terutama dalam upacara adat. Sekarang, ikan tersebut mulai langka. Karena penangkapan terus berlangsung, tapi perkembang biakan di alam menurun.
Pada jaman dulu penangkapan ihan di danau toba biasanya dengan menggunakan sabaran berupa susunan batu di tepi danau sehingga ihan masuk dengan tenang. Setelah mereka masuk, pintu sabaran ditutup lalu dilakukan penangkapan. Tidak terjadi pemburuan ke lubuk pemijahannya yang dapat mengganggu pertumbuhan jentik. Pamijahan ikan lazimnya di hulu sungai yang jernih untuk menghindari prederator yang ada dikolam raksasa itu. Sungai Binangalom di Kecamatan Lumbanjulu adalah alam habitat ihan batak. Masyarakat sekitar yang hendak menangkap ihan dari sungai itu sudah punya aturan dan cara tersendiri. Aturan dan cara itu tujuannya untuk tidak terjadi perusakan apalagi niat menghancurkkan ikan sakral itu. Namun, masyarakat disana pernah mengutarakan kekecewaan mereka, ketika masyarakat dari kota datang menangkap ikan di sungai itu dengan menggunakan stroom listrik. Itu akan membunuh anak ikan, keluh mereka. Belum ada peraturan daerah untuk perlindungan ikan langka itu.
Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Tobasa, melaksanakan kegiatan “Pembuatan Kolam Penampungan”. Tujuannya, agar ikan yang keluar dari lubuk dimaksud, dapat tertampung . Diharapkan, lubuk larangan yang menjadi habitat ihan yang menjadi kebanggan orang Batak ini, bisa dilestarikan. Tujuan paling utama, yaitu pelestarian. Lubuk larangan akan dipagari berdasarkan nilai etika dan estetika. Sehingga, pada gilirannya bisa berpeluang menjadi objek agro wisata minat khusus. Eksistensi ihan batak yang legendaris, harus dapat dipertahankan.
Aek Sirambe, diyakini merupakan habitat paling sesuai. Juga, merupakan situs menarik yang unik dan legendaris. Disana sudah dibangun sebuah kolam untuk pembiakan ihan itu dan selanjutnya dilepas kehilir sungai. Bila ini berhasil, sungai itu akan dipenuhi ihan yang dapat ditangkap dan dimakan.
Kualitas air sirambe sangat bagus, memungkinkan untuk syarat hidup ikan yang sudah hampir langka ini. Yaitu, hanya bisa hidup pada air jernih yang terus mengalir deras, dengan suhu relatif rendah 21 – 25 derajat Celcius. Kebiasaan dari ikan ini, berkelompok dan beriring (mudur-udur).
Dengke Simudurudur
Ada pemahaman saat ini bahwa dikatakan simudurudur karena ikan yang sudah dimasak dijajarkan beberapa ekor diatas nasi dalam piring. Namun leluhur kita yang arif dan bijak itu tidak menggambarkan sifat mati untuk harapan sifat hidup. Ihan dan porapora memiliki sifat hidup mudurudur ke satu arah tertentu. Ini tidak dimiliki sifat ikan mas, menurut pengamatan para leluhur.
Yang dikatakan masyarakat batak dengke simudurudur adalah ihan dan porapora. Ikan mas tidak termasuk kategori dengke simudurudur, tapi disebut dengke namokmok. Kedua jenis ihan dan ikan mas dikategorikan juga dengke sitiotio, tidak termasuk porapora. Simudurudur adalah sebutan dari sifat ikan itu semasih hidup, yaitu ihan dan porapora. Simudurudur bukan menggambarkan (sifat) ikan yang sudah mati, dimasak dan dibariskan dalam piring. Leluhur selalu menggambarkan sifat hidup dan untuk hidup. Porapora adalah pilihan kedua dalam acara mangupa setelah ihan. Ikan mas adalah pilihan ketiga. Saat ini masyarakat adat sudah melupakan sifat ikan itu yang marudurudur dan telah mengatakan itu pada ikan mas dan menjadi pilihan pertama (karena Ihan langka).
Pandohan tingki pasahat upa –upa (pasahat dengke).
Dengke Sitiotio do ginoaran dengke na huupahon hami on, asa anggiat tio parngoluan mu tujoloan on; Dengke Simudurudur do huhut goarna asa sai tongtong tu joloan on sai denggan hamu mudurudur marsihaholongan di sude parngoluanmuna; Dengke Saur do deba goarna, asa anggiat nian saur hamu rap saur matua, saur di hahipason; ginoaran dope on Dengke Sahat asa sahat ma nian sude nauli nadenggan sahat pangabean sahat parhorasan di hamu lehonon ni Amanta Debata Pardenggan basa i.
Ihan Batak = Ikan Kancra / Ikan Dewa ?
Konon ikan sejenis dapat kita temukan di tempat pemandian Cibulan (masuk wilayah Cilimus) dekat kaki Gunung Ciremai Desa Manislor, Kuningan- Jabar. Oleh masyarakat sekitar di kenal dengan sebutan ikan dewa / kancra. Warga sekitar “meng-keramat-kan” ikan-2 tsb dimana konon menurut cerita bahwa ikan-2 tsb merupakan klangenan dari para leluhur suatu kerajaan Pasundan dan hidup di lokasi tsb secara turun-temurun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar